WE HAVE A CHOICE, AND WE CAN MAKE A CHOICE
Oleh Sholeh Fasthea
Hidup adalah pilihan, setidaknya itulah pameo yang sering kita dengar. Dalam kehidupan sehari-hari kita dihadapkan dengan beberapa persoalan dan hal-hal tertentu baik itu sesuatu yang baru atau bahkan sesuatu yang sudah tidak asing lagi. Semenjak bangun tidur, manusia sudah dihadapkan dengan hal-hal yang harus dikerjakan. Mungkin sebagian dari kita memilih untuk langsung mandi, ada juga yang sekedar cuci muka, atau langsung mengambil air wudlu dan menunaikan sholat. Hal-hal seperti itu bisa merupakan sesuatu yang kita lakukan berdasarkan kebiasaan, sehingga setiap hari kita selalu melakukan hal yang sama dan rutinitas yang sama pula. Namun bisa juga hal-hal tersebut akan menjadi pilihan-pilihan yang menantang untuk kita tentukan. Kenapa begitu?
Pertanyaan tersebut kembali kepada pertanyaan sederhana, Kapan sebenarnya otak kita berhenti bekerja?. Otak yang begitu canggih yang kita punyai ini selalu mampu menentukan hal-hal baru dan lain dalam setiap detiknya. Otak tidak pernah berhenti bekerja, bahkan dalam tidur pun kita masih sering bermimpi. Apakah bermimpi juga menggunakan otak?. Jawabannya adalah ya, bukankah setelah kita bangun kita masih terngiang dengan mimpi tersebut?. Hanya saja kadar kemampuan setiap orang berbeda untuk mereview kembali mimpi-mimpi tidurnya. Mungkin seseorang yang otaknya setara dengan prosesor intel atom akan mampu mereview lebih banyak, yang otaknya setara dengan intel core 2 dua agak lebih sedikit, apalagi yang hanya setara dengan pentium satu tentu jauh lebih sedikit. Namun tidak usah khawatir otak kita setara prosesor mana, bukankah yang membuat prosesor itu juga manusia?. Jadi sebenarnya otak kita bisa melebihi prosesor manapun yang pernah dibuat di muka bumi ini. Tergantung si empunya prosesor tersebut mau dijadikan seri berapa dan tipe seperti apa.
Tidak berhentinya otak dalam berfikir secara langsung maupun tidak langsung dapat mempengaruhi terhadap keputusan-keputusan yang dibuat dan diambil dalam hidup. Otak yang berfikir adalah logika. Logika adalah kaidah berfikir yang berpusat pada otak. Keputusan yang dapat diterima oleh logika adalah sesuatu yang dapat diterima oleh akal sehat, dapat dinalar dan dapat diuji objektivitasnya. Oleh karena itu logika berobjek pada sesuatu yang visual, audio dan gerak. Misalnya pada waktu kita melihat bendera kita, maka logika kita langsung menyebut warnanya merah dan putih.
Dalam mengambil keputusan, tidak semuanya dapat dilakukan dengan didasarkan pada logika saja. Kemampuan logika pada suatu dimensi tertentu akan mengalami kebuntuan, ia tidak dapat dijadikan cara untuk memecahkan masalah. Disinilah fungsi hati dapat diberdayakan. Karena hati juga melakukan proses berfikir. Kalau otak yang berfikir kita sebut logika, maka hati yang berfikir kita sebut nurani. Nurani menjangkau sesuatu yang lebih abstrak, dia tidak harus visual, tidak harus audio ataupun gerak. Nurani mampu menjangkau sesuatu yang tak pernah kita lihat, tidak pernah kita dengarkan dan tidak pernah kita lakukan. Nurani bisa mendekati wahyu, ilham ataupun wangsit, dan bahkan sesuatu yang tidak bisa dihitung dan tidak bisa di nalar sekalipun.
Nurani mempunyai peranan yang lebih condong kepada nilai moralitas, nilai sosial dan bahkan nilai religius. Oleh karena itu ukuran yang digunakan untuk mengambil keputusan adalah baik dan buruk, dampak negatif dan positifnya. Seperti contoh ketika kita hendak meninggalkan sholat lima waktu, mungkin hati kita gusar, resah dan tak menentu. Apakah hal tersebut bisa kita hitung secara matematis?. Tentu tidak. Namun bisanya adalah kita hitung secara qur’ani, yaitu bahwa sholat adalah kewajiban, dan meninggalkannya adalah dosa. Oleh karena itu moral kita mengatakan “kerjakan sholat” namun tidak dengan perilaku kita. Sehingga terjadilah perang bharatayudha di dalam nurani kita, apakah akan meninggalkan sholat apa akan melakukannya. Proses berfikir untuk mengambil keputusan itulah dibutuhkan nurani, semakin tinggi nilai rohaninya secara religius maka semakin tepat pula keputusan yang akan diambil.
Otak dan hati adalah anugerah terindah yang dikaruniakan Allah Swt kepada manusia. Hewan juga dikaruniai otak dan hati, namun fungsi pada mereka sebatas pada fungsi fisiknya saja, berbeda dengan manusia bahwa otak dan hati dapat berfungsi sebagai tempat berfikir dan tempat untuk mengambil keputusan. Kombinasi antara keduanya sangat penting dalam semua segi kehidupan. Keduanya tidak dapat dipisahkan, pemisahan proses berfikir yang hanya dengan menitik beratkan pada salah satunya akan menimbulkan hasil yang timpang. Segala keputusan hidup yang kita ambil harus didasarkan secara logika dan juga secara hati nurani, sehingga tidak akan ada penyesalan akibat keputusan tersebut. Ingat dalam hidup ini terdapat pilihan-pilihan, namun kita juga dapat menentukan pilihan mana dan keputusan mana yang ingin kita ambil, we have a choice, and we can make a choice.
saya setuju sekali bahwa hidup itu memang pilihan, mana yang kau pilih itulah yang harus kau jalani. Dan semua pilihan itu pasti ada resiko yang baik dan resiko yang buruk, tingal kita menyikapinya bagaimana.
ReplyDeleteDan jangan sampai resiko yang buruk itu membuat kita takut dan akhirnya tidak memilih karena mau tidak mau kita akan selalu dihadapkan sebuah pilihan untuk mengarungi kehidupan ini.
Jadi intinya jangan takut untuk memutuskan suatu pilihan karena semuanya itu pasti ada resikonya.